Kisah Pejuang Veteran, Umur 16 Tahun Maju Di Medan Pertempuran
Demak – Shohib (92) duduk di kursi kayu diserambi rumahnya di Desa Batursari Kecamatan Mranggen. Dengan berkaca-kaca dirinya mulai menceritakan kisah perjuangannya saat melawan penjajah Belanda.
Shohib merupakan seorang veteran perang yang turut berjuang pada pertempuran di Mranggen. Saat itu ia bergabung dalam kesatuan Hisbullah yang dipimpin KH Letnan Kolonel Basuni yang bermarkas di Kawedanan Mranggen. Ia ditempatkan pada posisi PHB (Perhubungan), karena pada awal dia bergabung dalam pasukan pejuang kemerdekaan, Shohib berusia 16 tahun.
“Saya bergabung menjadi pejuang di mulai bulan Desember Tahun 1945 sampai dengan Tahun 1948 kurang lebih 3 tahunan. Dan saat pertama kali bergabung menjadi pasukan perang saya berumur 16 tahun dianggap masih kecil”, kata Shohib, Jum’at (06/08/21) saat ditemui di kediamannya Desa Batursari Mranggen.
Dijelaskan, posisi PHB bertugas sebagai penghubung antara pasukan perang dan pemimpin. “Saya yang menggetahui maju mundur pasukan, dalam artian kapan pasukan tersebut siap perang dan kapan pasukan tersebut harus mundur melawan penjajah”, ujarnya.
Shohib masih ingat betul, kala itu Mranggen dalam keadaan genting akan menghadapi perang dengan Bangsa Belanda. Rumah penduduk dibakar, granat meledak dimana-mana, gudang senjata di bom. “Saya berfikir saat itu musuh mulai melakukan gencatan senjata. Tapi saat kita melihat dilokasi ternyata gudang senjata sudah terbakar. Pasti salah satunya ada mata-mata yang menyelinap dalam kelompok kami”.
Dirinya mengaku, tidak merasa takut saat menjadi pejuang. Karena dirinya merasa tidak ada lagi tempat untuk pulang. Karena rumahnya yang berada di Semarang sudah di bakar.”Saya ke Demak untuk ngungsi, karena waktu itu Semarang kacau. Begitu saya tahu rumah bapak saya dibakar oleh Belanda, akhirnya saya memutuskan masuk perjuangan”,terangnya.
Diusianya yang cukup beliau untuk maju menjadi pejuang, tidak ada rasa takut dalam hati Shohib untuk merebut bumi pertiwi. Meskipun menjadi seorang bejuang tidak di bayar, hanya di beri makan, asrama dan uang saku (kadang-kadang) dengan jumlah kecil. Dalam hati Shohib tetap semangat demi kemerdekaan.
Dia sempat bercerita, sebelum masuk sebagai pejuang di kesatuan Hisbullah. Shohib sudah ikut dalam pertempuran 5 hari di Semarang pada tanggal 15 Oktober 1945.
“Jika memingat jaman dulu saya ingin menangis, dengan bermodalkan bambu runcing kok berani. Bahkan Indonesia disiarkan paling hebat menghadapi Sekutu, Jepang, Belanda dengan bambu runcing, orang luar negeri pun mengakui”,ungkapnya.
Setelah keluar dari dunia militer Shohib memutuskan untuk menjadi petani, “Karena background orang tua saya juga petani. Kedua orang tua saya menyuruh berhenti dari militer dan fokus bertani saja”,jelasnya.
Diusia senjanya saat ini, Shohib sangat bersyukur karena pemerintah tetap memberikan tunjangan sebesar Rp 2.688.000 per bulan. Selain itu Presiden SBY juga pernah memberikan uang kehormatan sebesar Rp 250.000 per bulan selama 5 tahun, dengan total keseluruhan Rp. 15 juta.
“Alhamdulillah sekali saya, berarti pemerintah masih ingat dengan orang-orang seperti saya, saya terus berdoa dan bersyukur sekali. Saya tidak di abaikan oleh pemeritah, pemerintah masih memikirkan orang-orang perjuangan. Sehingga saya dapat menghidupi 8 anak saya sampai kuliah dan sekarang sudah menikah semua”, tuturnya.
Shohib berpesan untuk generasi muda sekarang, agar lebih berhati-hati dalam bergaul dan tetap waspada. “Di jaman yang lebih maju, generasi muda harus lebih hati-hati. Karena menghadapi anak sekarang kalau orang tuannya tidak waspada akan terpengaruh pergaulan bebas seperti narkoba. Generasi sekarang jangan sampai kalah dengan lingkungan yang tidak baik”,pungkasnya. (adv-kominfo/ist)